Kajian Keislaman /
Follow daktacom Like Like
Senin, 27/07/2015 15:04 WIB
Harits Abu Ulya Direktur CIIA dan Pemerhati Kontra Terorisme

Perda Larangan Beribadah Diskriminatif Tak Punya Pijakan Historis

Harits Abu Ulya   Copy
Harits Abu Ulya Copy

JAKARTA_DAKTACOM: Perda di Tolikara yang sangat diskriminatif terhadap umat muslim sama sekali tidak punya pijakan dan akar historis, politis, normatif dan hukum dalam kontek ke Indonesiaan.


"Otonomi khusus Papua berbeda case-nya dengan Aceh dan Yogyakarta secara politis dan historis" kata Haris Abu Ulya, Direktur CIIA dan Pemerhati Kontra Terorisme, sebagaimana rilis yang dikirim, ke dakta.com, Senin (27/7/15).


Menurutnya, dalam kontek sistem hukum positif yang berlaku apa yang menjadi spirit dan konten dari perda di Tolikara tersebut kontradiksi dan problematik inkonstitusional.Lebih lagi kalau mau obyektif; kristen sebagai agama ritual an sich yang tidak mempunyai sistem tata nilai di wilayah kehidupan sosial dan politik.


"Kristen/Nasrani bukan ideologi yang di atasnya bisa dibangun nilai-nilai sistem sosial politik secara komprehensif" jelasnya.


Jadi kata Abu Ulya, aneh, kalau berdalih otonomi khusus kemudian di jadikan pintu kaum nasrani di Tolikara khususnya untuk membuat determinasi atas nama agama terhadap umat lain dengan kemasan Perda.Apalagi spiritnya sangat intoleran dan diskriminatif. Ini ilegal dalam kontek ke Indonesiaan.


Dan menurut analisa saya; ini sebuah langkah politik untuk mengantarkan tahap demi tahap pada eksistensi Papua merdeka. Dan agama menjadi alat yang paling seksi untuk melegitimasi tujuan politis tersebut di Papua.


Lagi-lagi pemerintah harus waspada permainan asing melalui para misionaris dan Gereja yang secara sistemik mengkonstruksi kepentingan politik primordial tersebut.Perda yang inskonstitusional di Tolikara wajib di hapus, tegas Abu Ulya.

Editor :
Sumber : Humas CIIA
- Dilihat 2184 Kali
Berita Terkait

0 Comments