Bekasi / Kota /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 23/07/2015 14:00 WIB
Seni Tradisi

Festival Meriam Karbit, Hiburan Khas Lebaran Di Bekasi

meriam karbit
meriam karbit

BEKASI_DAKTACOM: Tradisi seni budaya yang akan dibangkitakan kembali di Bekasi setiap Lebaran dengan memainkan meriam karbit. Meski awalnya berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat. Namun, tradisi ini rupanya juga bisa dijumpai di Kelurahan Cikiwul, Bantargebang, Kota Bekasi.

Katua Umum Panitia Penyelenggara Festival Meriam Karbit, Jumatrio mengatakan, festival meriam karbit yang diselenggarakan di Lapangan Rawa Tengah, Jalan Pangkalan 2, Kelurahan Cikiwul, Bantargebang, ditujukan untuk memeriahkan hari raya lebaran. Selain untuk menyambut lebaran, kemeriahan meriam karbit pun dianggap sebagai salah satu hiburan untuk warga.

"Memang sengaja dibuat untuk memeriahkan lebaran, agar warga sekitar merasa terhibur," ujarnya.

Jumatrio mengatakan, puluhan tahun lalu permainan meriam karbit di desa kelahirannya, Cikiwul, merupakan permainan tradisional. Permainan dilakukan para orang-orang yang hidup sebelum mereka, untuk mengingat masa penjajahan dahulu kala.

Saat itu, para pendahulu mereka memainkan meriam karbit hanya dengan bermodalkan kayu kapuk atau kelapa gelondongan yang diberikarbit dan air. Meriam tersebut siap disulut api sehingga tampak seperti peperangan melawan penjajah.

Lebih dari itu, pada zamannya, permainan seperti itu pun menjadi mainan favorit mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Permainannya pun bukan hanya dilakukan saat momentum tertentu, akan tetapi permainan tersebut dilakukan setiap hari sebagai hiburan sehari-hari.

"Kalau dulu, engkong-engkong saya pada mainin meriam karbit buat hiburan sehari-hari bukan cuma pas lebaran, meskipun saat lebaran meriam karbit pun lebih ramai," jelasnya.

Seiiring dengan kemajuan zaman, kayu yang digunakan untuk memainkan meriam karbit pernah diganti dengan kayu kapuk dan batang pohon kelapa. Namun, kini warga pun membuat permainan meriam karbit lebih praktis dan bagus. Badan meriam, kini dibuat menggunakan besi. Hasilnya, meriam karbit pun akan lebih modern menyerupai dengan badan meriam asli milik para tentara perang.

"Nah, itu pun dimodifikasi secara sukarela oleh warga. Tiap RW menyumbang beberapa buah meriam untuk diikutkan dalam festival ini, bahkan kalau dihitung dalam rupiah, warga bisa habis Rp4 juta untuk membuat satu buah meriam," jelasnya.**

Jumatrio berkata, permainan meriam karbit sempat punah dari desa kelahirannya. Lantaran, saat ini di wilayahnya bermukim telah banyak masuk penduduk pendatang. Dimana, para pendatang tak terbiasa memainkan permainan seperti itu.

Untuk itu, tiga tahun belakangan ini dirinya yang didukung oleh Karang Tarunan Kelurahan Cikiwul dan Lembanga Swadaya Masyarakat (LSM) mencoba menghidupkan permainan meriam karbit kembali. Bila dihitung, festival ini sudah dilakukan tiga kali sejak 2013 lalu di atas tanah lapangan rawa tengah seluas tiga hektar.

"Ini dihidupkan kembali sebagai nostagia," ujarnya.

Di tahun pertama, festival meriam karbit amat meriah. Kemeriahannya pun tetap bertahan di tahun ketiga festival ini dibuat. Namun, bedanya, saat itu badan meriam ditanam di dalam tanah. Sehingga, getaran dari dentumannya akan terasa hingga ke pemukiman warga dengan radius sejauh 10 kilometer.

Saat ini, meriam karbit dibuat secara portable menggunakan roda. Suaranya tetap akan terdengar keras, namun getarannya tidak terlalu mengguncang pemukiman warga seperti dulu.

"Guncangannya sampai terasa ke pemukiman warga, suaranya pun akan terdengar sampai ke Jatiasih, padahal kami dari bantargebang," imbuhnya.

Selain menyuguhkan hiburan meriam karbit, Jumatrio mengaku menyuguhkan festival bedug bagi warga. Bedug tersebut disuguhkan untuk mengiringi berbagai macam pagelaran seni tradisional. Misalnya, ujar Jumatrio, bedug akan dikolaborasikan dengan nyanyian sinden, jaipongan, dikreasikan menggunakan kenong, gong dan hadroh.

Tak hanya itu, para petugas RW yang berpartisipasi, RW 02, 03 dan 04 pun kerap menampilkan beberapa suguhan menarik untuk warga. Misalnya dengan menggandeng komunitas pecinta ular. Meskipun hanya dengan mempertontonkan ular, namun warga Cikiwul akan merasa gembira.

"Hiburan pendamping ada, misalnya kayak festival bedug, komunitas ular, tarian tradisional sampai dengan dangdut ada di sini," jelasnya.

Menurut Jumatrio, di Pontianak, festival meriam karbit biasa dilakukan tiga hari sebelum lebaran dan tiga hari sesudah lebaran. Akan tetapi, di Cikiwul, festival ini dilakukan dari tangga 19 Juni sampai dengan 25 Juni mendatang.

Selama festival ini berlangsung, ada sedikitnya tujuh buah meriam karbit yang siap dioperasikan. Satu meriam, membutuhkan sekitar 210 kilogram karbit sebagai bahan bakar. Masing- masing meriam, dioperasikan oleh dua orang operator.

Dalam satu hari, sedikitnya 4.000 warga memadati lapangan Rawa Tengah, Kelurahan Cikiwul, Bantargebang, Bekasi. Angka ini didapat dari penjualan karcis sepeda motor yang mencapai 2.000 lembar.
Asumsinya satu sepeda motor ditumpangi oleh dua orang. Jadi bila dikalikan dua, sudah ada 4.000 pengunjung setiap hari.

"Itu belum yang datang dengan berjalan kaki dan pakai mobil, jalanan saja sampai macet. Kalau masuk ke dalam sih gratis," imbuhnya.

Selain untuk menghibur masyarakat yang tidak mudik ke kampung halaman, acara ini juga bisa menghidupkan perekonomian warga sekitar. Dia menyatakan, pendapatan pedagang di sana cenderung meningkat hingga dua kali lipat saat acara ini.

Acara ini pun bisa terselenggara berkat kerjasama warga dengan pedagang di sana. Mereka kompak berpatungan hingga mampu mengumpulkan uang Rp120 juta. Jumatrio pun berharap, agar mendapat Pemerintah Kota Bekasi turun tangan membantu festival ini melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bekasi. Dengan demikian, acara ini akan lebih menarik dan tertata rapi, sehingga bisa meningkatkan jumlah pengunjung.

"Selama ini belum ada perhatian dari pemerintah, mungkin kalau pemerintah mau bantu acara ini bisa ramai. Dampaknya, ekonomi warga meningkat, Di sisi lain, acara ini kan menyuguhkan kesenian dan hiburan tradisional, setidaknya pemerintah bisa membantu," tambahnya.
 

Reporter : Warso Sunaryo
Editor :
Sumber : Redaksi
- Dilihat 2542 Kali
Berita Terkait

0 Comments