Rabu, 18/03/2015 15:55 WIB
Uang Kompensasi TPA Bantargebang Tersendat Karena APBD DKI Molor
CIKARANG_DAKTACOM: Hingga kini kisruh pembahasan RAPBD DKI Jakarta 2015 terus berlanjut. Hal tersebut membawa dampak dana hibah dari DKI Rp. 200 miliar juga molor begitu juga uang kompensasi TPA Bantergebang sebesar Rp 300 ribu per kepala keluarga per triwulan pertama 11(tiga bulan pertama Januari-Maret) ikut tersendat pencairannya.
Menurut Pemerhati Kebijakan dan Pelayanan Publik Bekasi, Didit Susilo, Nota Kesepahaman (MoU) terkait TPA Bantargebang antara Pemrov DKI dan Pemkot Bekasi perlu dilakukan revisi karena sudah usang dan tidak sesuai kondisi existing di lapangan.
“MoU itu bentuknya antar kedua pemerintah daerah atau G to G, sehingga begitu RAPBD DKI molor dana kompensasi akan terhambat. Ini bisa memicu konflik sosial para warga penerima di Kelurahan Ceketing Udik, Cikiwul dan Sumur Batu. Namun, dana kompensasi selama ini selalu dibayar pihak ketiga atau pengelola. Padahal kemarin saja mereka menuntut dana kompensasi ditingkatkan,” jelasnya.
Dalam pengamatannya selama ini Pemprov DKI sering melanggar ketentuan 23 item yang tertera dalam MoU seperti rute, jam operasional truk pengangkut sampah, truk dibiarkan terbuka dan pengendalian masih lemah.
Pelanggaran jam operasional truk pengangkut sampah yang selalu melintas pada siang hari. Padahal, berdasarkan MoU truk sampah hanya diizinkan melintas mulai pukul 21.00 hingga pukul 05.00. Hal ini dilakukan untuk menghindari bau yang ditimbulkan sampah.
Pelanggaran rute selama ini masih ditemukan angkutan sampah ke Bantargebang melewati tol Bekasi Barat, jalan Ahmad Yani lalu jalan Siliwangi Bantargebang, sedangkan dalam MoU angkutan harus melalui jalan Cibubur arah Cileungsi lalu jalan Siliwangi Bantargebang atau lokasi TPA.
Selain jam operasional, pelanggaran lainnya ialah penggunaan truk sampah yang tidak sesuai dengan perjanjian. Berdasarkan MoU, truk harus tertutup guna menghindari kebocoran air lindi yang menetes di jalan. Realita di lapangan truk sampah milik DKI Jakarta dibiarkan terbuka bahkan pengadaan truk DKI tahun 2015 untuk pengangkutan sampah tidak ada yang tertutup.
Terkait kewajiban Pemprov DKI untuk membayar tipping fee. Dalam MoU tertulis, pihak Pemprov DKI harus membayar tipping fee ke kas daerah Kota Bekasi, kemudian Pemkot Bekasi akan melanjutkan ke pihak ketiga. Namun, selama ini tipping fee langsung dibayarkan kepada pihak ketiga tanpa melalui kas daerah.
Terkait pengawasan dan pengendalian dalam pengontrolan jumlah tonase sampah yang masuk per hari. Selama ini pengontrolan hanya dilakukan PT Sucofindo selaku pihak ketiga. Besaran nilai tipping fee Rp 123 ribu per ton sampah sudah tidak sesuai dengan kondisi terkini. Seharusnya tipping fee ditinjau per dua tahun dan disesuaikan laju inflasi sekitar 8 persen. Dalam sehari DKI membuang sampah sekitar 6.000 ton. Namun riil tonase sampah yang dibuang per hari kisaran 5.200 – 5.500 ton. Uang kompensasi bau untuk warga sebesar 20 persen dari total uang kompensasi per tahun.
Dalam APBD Kota Bekasi 2015, target pendapatan dari tipping fee sebesar Rp 47 milyar lebih. Selama ini untuk ketiga kelurahan yaitu Ciketing Udik, Sumur Batu dan Cikiwul menerima kompensasi bau sebesar Rp 1,6 milyar dan LPM Bantargebang Rp 350 juta per triwulan.
Editor: Ayu Yunita
Editor | : | |
Sumber | : | Berita Bekasi |
- Potensi Covid-19 Klaster Industri di Bekasi
- Geliat Ekonomi Bekasi di Tengah Pandemi Covid-19
- Rintihan Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi
- Masih Efektifkah Sistem Zonasi Covid-19 di Bekasi?
- Wabah Virus Corona, Haruskah Disyukuri?
- Bekasi Siapa Gubernurnya?
- Ancaman Transgender, Haruskah Kita Diam?
- Kenapa Bekasi Tenggelam?
- Nasib Bekasi : Gabung Jakarta Tenggara atau Bogor Raya?
- Air Bersih atau Air Kotor?
- Agustus Bulan Merdeka Bagi Sebagian Rakyat Indonesia (1)
- Refleksi Emas Kampung Buni di Tengah Gelar Kota Industri
- Apa Kata Netizen: Catatan Mudik 2019 Si Obat Rindu Masyarakat +62
- Diksi Kafir dalam Polemik
- Ironis, Kasus Nuril Tunjukkan Kebobrokan Hukum
0 Comments