Nasional /
Follow daktacom Like Like
Selasa, 23/07/2019 09:33 WIB

Proyek Keramba Jaring Apung Rugikan Negara, KPK Harus Tegas

Keramba jaring apung
Keramba jaring apung

JAKARTA, DAKTA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi harus bertindak tegas atas dugaan korupsi dan mandeknya proyek-proyek di bawah naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Salah satunya proyek KKP yaitu Keramba Jaring Apung (KJA) yang gagal dan menyebabkan disclaimer KKP di tahun 2017.

Proyek KJA Lepas Pantai di bawah komando KKP ini berlokasi di Pangandaran, Jawa Barat; Sabang, Nanggroe Aceh Darusalam, dan Karimun Jawa.

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyebut Proyek KJA ini menelan biaya 45 Miliar per-daerah. Namun pada kenyataannya, KJA Offshore buatan Norwegia di Pangandaran dan Sabang rusak.

 

Teknologi yang disebut-sebut sebagai poros kemajuan budidaya perikanan ini malah menimbulkan kerugian bagi negara. Bahkan dalam hitungan hari KJA ini rusak dan tidak bisa digunakan.

Rusaknya KJA di Pangandaran dan Sabang menimbulkan kerugian negara sebesar 131,2 miliar yang disediakan dalam anggaran guna pembuatan teknologi ini.

 

“Kerusakan KJA di Sabang bahkan sebelum peresmian sempat dilakukan.” Jelas Susan.


Kerusakan KJA ini berangkat dari perencanaan yang buruk. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto tidak mempertimbangkan disparitas geografis dalam penempatan KJA lepas pantai.

 

Teknologi KJA diambil dari Negara Norwegia yang digadang-gadang mampu mendorong jumlah produksi perikanan budidaya, tetapi ironinya KKP seolah-olah tidak mengenal bagaimana musim dan gelombang besar di Indonesia yang jelas berbeda dengan Norwegia.

“Ini juga harus jadi pelajaran, Indonesia memiliki kekhasan, kebhinekaan tidak hanya secara sosiologi tapi juga geografis. Pendekatan budaya dalam program-program agenda semacam itu juga diperlukan. Itu juga menjamin demokrasi dalam pengambilan berlangsung sejak dari akar rumput,” katanya

Sementara itu, dalam laporan keuangan KKP tahun 2017 yang mengalami disclaimer, BPK menemukan dalam pelaksanaan proyek KJA tidak didukung dengan konsultan pengawas.

“Ini merupakan proyek besar, menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Logikanya, bagaimana tidak ada konsultan pengawas? Proyek dengan anggaran besar rentan masuk dalam lingkaran korupsi,” ujar Susan.

Spesifikasi Tidak Konsisten

Pusat Data dan Informasi KIARA mencatat, pada akhir tahun 2018, Kejaksaan Tinggi Aceh menemukan kejanggalan pada pelaksaan proyek KJA di Sabang. Salah satunya, ada indikasi ketidaksesuaian spesifikasi sehingga KJA tersebut tidak bisa digunakan atau tidak berfungsi.

Kami menemukan fakta dimana perusahaan yang ditunjuk yaitu PT Perinus tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, dimana hasil pekerjaan tidak selesai 100%.  Ada beberapa hal teknis yang tidak sesuai dengan kontrak yaitu pengadaan kapal operasional yang seharusnya dirakit di Norwegia, namun dibuat di Batam,” tutur 
Rahmi Fajri, Sekretaris Jenderal Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA).

Sampai dengan bulan Juli 2019, KPK telah memeriksa 19 orang yang terlibat dalam proyek KJA sebagai saksi dalam pengadaan Keramba Jaring Apung. Dari 19 orang tersebut diantaranya adalah Dirjen Budidaya KKP RI, Slamet Soebjakto dan Dendi Anggi Gumilang, Mantan Direktur PT. Perinus selaku pemenang tender.

“Khusus di Aceh, kami sudah tahu bahwa KPK telah menyita beberapa benda yang dijadikan bukti dan ada pengembalian uang senilai 36,2 Miliar oleh Perusahaan. Artinya proyek KJA ini telah dikorupsi, seharusnya KPK sudah menetapkan siapa tersangkanya.” Imbuh Rahmi.

Korupsi yang terjadi dalam proyek KJA di Aceh menjadi rapor merah bagi KKP dan menjadi alasan kuat untuk KPK melakukan pemeriksaan kepada seluruh proyek KJA baik di Pangandaran maupun di Karimun Jawa. Ke depan, KKP harus mempertimbangkan disparitas geografis Indonesia dalam menyusun program dan fasilitas untuk Nelayan dan Perempuan Nelayan Indonesia. **

Reporter :
Editor :
- Dilihat 4070 Kali
Berita Terkait

0 Comments