Menyebarkan Kebenaran Sudah Pasti Banyak Resikonya
Menyebarkan kebenaran sudah pasti banyak resikonya. Bahkan resiko itulah yang kita tangkap dari sirah Rasulullah, para nabi sebelumnya dan para salafushalih. Tapi semoga kita tak pernah lari dari medan ini. Lari dari medan ini, sebenarnya adalah menghindari dari medan kehidupan yang menguji dan meningkatkan kualitas iman dan kesabaran. Orang yang cenderung menyendiri, menghindar dari resiko menyebarkan kebenaran dan menyepi dari ragam pergulatan itu disinggung oleh Mustafa Shadiq Ar Rafi’i dalam ungkapannya, “ orang itu mengira telah lari dari kekotoran (dari berbaur dengan banyaknya manusia) kepada kemuliaan. Padahal sebenarnya, ia lari dan menghindar dari kemuliaan itu sendiri”
Apa artinya menjaga diri dari kemaksiatan, memiliki sikap amanah, jujur, berbakti, dan semua moral baik bila ia tinggal di tengah padang pasir atau di puncak gunung sendirian? Apakah ada yang mengakui kejujuran sebagai akhlak mulia, bila tidak ada orang di sekitarnya, kecuali pohon dan bebatuan? Demi Allah, orang yang lari dari perang terhadap keburukan adalah orang yang melepas semua keutamaan.
Jika dahulu di awal kenabian, Jibril alaihissalam mendekap erat-erat Rasulullah Saw, hingga tiga kali di gua Hira dengan mengatakan “ Iqra bismirabbikalladzi khalaq”. Kemudian pada kesempatan yang lain Rasulullah memeluk anak pamannya Abdullah bin Abbas radaiallahuanha dalam dekapannya sambil mengatakan “ Allahumma ‘allimhul Qur’an”, ya Allah ajarkan ia Al Qur’an. Sekarang, mari kita rangkul orang orang sekeliling kita. Tuntun tangan mereka, dekap erat-erat mereka, lalu tanamkan cahaya kebenaran dalam hatinya.
Sungguh, ada kebahagian tulus dalam hati, saat kita bisa memberi petunjuk kepada mereka yang tengah terombang ambing. Benar-benar sebuah kebanggaan, saat kita berhasil menolong dan meluruskan langkah mereka kembali di jalan Allah Swt. “Duhai hilang rasa laparku. Lenyap dahagaku, tak ada lagi rasa dingin ketika ada seseorang menjadi seperti ini dibawah didikanku?” begitu Abdul Qodir Al Kailani menggambarkan kegembiraannya.
Memerlukan waktu yang lama. Memerlukan pengorbanan yang sangat banyak. Tapi tak ada lagi jalan lain yang lebih selamat. Semoga Allah mengantarkan kita ke puncak kemuliaan di dunia dan mengizinkan kita menghirup kenikmatan surga Firdaus.
Editor | : | |
Sumber | : | Ulil Albab |
- Mengapa Agama Jadi Kriteria Utama Calon Istri Menurut Islam? Begini Penjelasannya
- Banyak Gunung Alami Erupsi, Benarkah Pertanda Kiamat Dekat?
- 8 Keutamaan Mengajarkan Ilmu
- Sikap-Sikap yang Termasuk dalam Kemurtadan
- Ramadhan Telah Pergi, Bagaimana Kualitas Keimanan Kita?
- Hindari Kufur Nikmat, Berikut Lima Cara Mendapat Kepuasan Hidup
- Empat Janji Allah yang Tertuang Dalam Alquran
- Muhasabah Bagi Mukmin
- Cara Mempertahankan Iman Setelah Ramadhan
- Istighfar Sebagai Pembuka Pintu Rezeki
- Parfum Jabir bin Hayyan
- Bagaimana Islam Memandang Kesehatan Mental?
- Doa Meminta Keturunan yang Saleh
- Ikhtiar dan Tawakal
- Janganlah Mencela Makanan
0 Comments