Kajian Keislaman /
Follow daktacom Like Like
Sabtu, 11/07/2015 07:16 WIB

Dua Pilot Indonesia Bergabung Dengan ISIS Australia Sangat Khawatir

Harits Abu Ulya   Copy
Harits Abu Ulya Copy

JAKARTA_DAKTACOM: Kepolisian Federal Australia (AFP) pada 9 Juli lalu, melaporkan dua pilot Indonesia masing-masing  Ridwan Agustin, mantan pilot Air Asia Indonesia, dan Tommy Hendratno alias Abu Tommy Abu Alfatih, eks pilot Air Asia, bergabung dengan Islam State Irak Suriah (Daulah Islam).

Dilaporlan, Ridwan adalah lulusan pilot Air Asia tahun 2010 dan  pernah menerbangkan Air Asia route internasional Hongkong dan Singapura sekarang ia tinggal di Raqqa Suriah. Sedang Tommy adalah lulusan sekolah penerbangan di Indonesia tahun 1999 dan pernah menjadi pilot angkatan laut sebelum bergabung dengan Premiair sebuah penerbanagan swasta di Indonesia.

Pengamat masalah terorisme, Harits Abu Ulya menilai  bergabungnya dua pilot Indonesia dengan ISIS, menilai tak perlu di dramasitir  karena pilihan pribadi mantan pilot pindah dan berafiliasi kepada IS/ISIS itu adalah hak asasi seseorang. Apalagi oleh Australia. Kekhawatiran Australia atas bergabungnya dua pilot Indonesia dengan ISIS sebagai sikap pranoid.

 Dan pilihan tersebut  menurut  Harits Abu Ulya tidak memberi dampak apapun secara faktual bagi Australia. Jadi ancaman itu sebatas asumsi dan sifatnya baru sebatas warning.

“Ya mungkin karena yang bergabung punya skill penerbang, jadi tingkat resiko yang dimunculkan bisa berbeda dengan orang biasa.Tapi dengan mendramatisir kasus ini terkesan Australia  ingin memainkan isu radikalisme dan terorisme di Indonesia untuk kepentingan domestik Ausi” jelasnya.

Seyogyanya  menurut Abu Ulya, pemerintah Indonesia harus berjalan diatas koridor hukum yang berlaku, seorang tidak boleh jadi obyek kesewenang-wenangan hanya atas dasar dugaan. Mereka semua harus diperlakukan "asas praduga tidak bersalah", pengadilan menjadi tempat pembuktian semuanya.

Jika seseorang hanya punya kecondongan/kesukaan atau empati pada pemikiran/konsep atau entitas tertentu dianggap sebagai sebuah kejahatan dan tindak pidana maka Indonesia menjadi negara sangat dzalim dan yang berlaku adalah kesewanang-wenangan.

“Kenapa komunisme yang dilarang di Indonesia, dan hari ini banyak juga yang empati tidak dipersoalkan atau harus dipantau/di inteli dan diawasi potensi ancaman yang akan mereka buat terhadap negara ini” paparnya dengan nada bertanya.

 Intinya tandasnya,  pemerintah khususnya aparat terkait harus obyektif,proporsional serta tidak membuang kaidah-kaidah hukum bagi setiap warga negaranya hanya karena pesanan asing atau proyek asing, pungkas Haritc Abu Ulya.

 

Reporter :
Editor :
- Dilihat 2290 Kali
Berita Terkait

0 Comments