Senin, 01/04/2019 09:40 WIB
Dampak Elektoral Kasus Romy
DAKTA.COM - Oleh: Pengamat Politik, Tony Rosyid
Ketua Umum PPP, Romahurmuziy alias Romy kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) (15/3) diduga kasus suap jabatan. Secara personal, Romy adalah pelaku. Biarlah proses pengadilan nanti yang akan memutuskan vonisnya. Sebagai ketua partai, Romy itu korban. Korban dari sistem politik yang sangat-sangat mahal. Romi adalah ketum partai kelima yang ditangkap KPK, setelah Anas Urbaningrum, Lutfi Hasan Ishaaq, Surya Darma Ali, dan Setya Novanto.
Ada yang bilang: "Penangkapan Romy itu bukti Jokowi tak tebang pilih." Capek deh! Ini OTT bos! Tak ada yang bisa intervensi kasus OTT. Pimpinan KPK sekalipun, tak bisa ikut cawe-cawe. Tidakkah penyidik KPK lapor pimpinan sebelum OTT? Kadang-kadang. Seringkali tangkap dulu, baru lapor. Kalau begitu, bisa apa pimpinan KPK? Apalagi Jokowi? Paham?
Sejumlah pengurus PPP, ada juga ketua DPC telephon saya: "kok Jokowi biarkan Romy ditangkap KPK?" Saya jawab: kecolongan! Soal ini, Jokowi gak bisa berbuat apa-apa juga bos. Jangan salahkan Jokowi, kataku. Wuih... Bela Jokowi niye... ini obyektif.
Beda OTT dengan kasus e-KTP. Rumit dan berbelit-belit. Kalau saja kasus e-KTP ini ditangani dengan cepat dan tuntas, Jokowi akan dapat poin. Semua nama yang disebut di persidangan dipanggil, diperiksa, kalau terbukti salah, maka harus divonis. Itu baru top! Termasuk Puan Maharani? Kalau disebut namanya di persidangan, ya harus dipanggil dong. Mintai keterangan. Soal salah atau tidak, itu urusan nanti. Namanya juga praduga bersalah. Itu baru tidak tebang pilih. Kalau kasus e-KTP ini dituntaskan, apalagi jelang pilpres, sepuluh jari harus diangkat. Keren banget Jokowi. Ah, ngayal loh! Sesekali boleh. Hehe
Gimana menyimpulkan "tak tebang pilih", protes publik. Kasus Novel Baswedan sampai sekarang gak kelar. 11 April genap dua tahun. 27 kasus terkait ujaran kebencian yang dilaporkan lawan politik, tak ada tindak lanjut. Lurah Mojokerto sebut Sandi, divonis dua bulan penjara. Enam guru honorer di Banten dicopot. 53 penyuluh di DKI diancam pemecatan. Tiga pegawai hotel di Lombok kabarnya digelandang ke Polsek gara-gara selfie dua jari di depan baliho Jokowi. Kasus Kemenpora juga belum jelas ujungnya. Protes ini merupakan PR yang harus dihadapi Jokowi. Kalau Jokowi mau tuntaskan ini, dijamin akan banjir apresiasi. Mungkinkah? Entahlah. Masyarakat sepertinya sudah terlalu apatis.
Kembali soal OTT Romy, apakah berpengaruh terhadap elektabilitas? Terhadap PPP, pasti. Para caleg PPP sekarang kewalahan. Kalau sedang kampanye, lalu diteriakin Romy...Romy...Romy... Repot! Image sebagai partai pendukung penista agama saja belum betul-betul dilupakan. Datang lagi kasus OTT ketumnya.
Mereka juga kerepotan turunin baliho dan spanduk yang ada fotonya Romy. Turunkan dan menggantikan baliho, perlu biaya lagi. Duit dari mana? Siapa yang akan gantikan Romy cari logistik?
Program kampanye dengan memobilisasi guru madrasah dan penyuluh di jajaran kemenag untuk pilih dan kampanye PPP, sebagaimana yang disinggung Mahfudz MD di ILC, tak akan efektif lagi. Undecided voters (masyarakat yang belum menentukan pilihan) tak akan tertarik. Swing voters (pemilih yang masih ragu) besar kemungkinan akan berpindah ke lain hati.
Dari sejumlah survei, elektabilitas PPP masih belum aman. Kurang dari 4 persen. Itu angka sebelum Romy ditangkap. Setelah Romy ditangkap? Makin sulit bagi PPP untuk sampai batas minimal elektoral threeshold. Bukan mustahil untuk mencapai target minimal, tapi dibutuhkan kerja super keras dan cerdas. Tak mudah! Apalagi jika sidang kasus Romy digelar sebelum pilpres. Makin repot!
Bagaimana dampaknya terhadap elektabilitas Jokowi? Ini yang menarik. Publik menunggu analisis ini. Mengingat pertama, PPP adalah salah satu partai pengusung Jokowi-Ma'ruf. Kedua, Romy punya hubungan "sangat dekat" dengan Jokowi. Jokowi bilang: setiap minggu, bahkan setiap hari, bertemu dengan Romy. Ini hubungan spesial. Kayak martabak aja, pakai spesial.
Sebagai kawan dekat dan pimpinan salah satu partai pengusung, Romy tidak hanya aktif, tapi atraktif. Ingat ketika terjadi ralat doa Mbah Moen? Setelah itu, Romy pun ajak Jokowi masuk ke ruang khusus kiyai kharismatik ini untuk selfie.
Viral video Romy satu mobil dengan Jokowi saat mantan walikota Solo ini lempar-lempar bingkisan dari dalam mobil. Romy yang merekam itu. Dan Jokowi tak marah. Padahal, itu tak etis untuk ditonton rakyat. Sangat merugikan Jokowi dari sisi elektabilitas. Tapi, Romy berhasil memberi pesan kepada rakyat bahwa dia memang sangat dekat dengan Jokowi. Dan pesan itu betul-betul sampai.
Image keakraban dan kedekatan Jokowi-Romy tak lekang dari benak rakyat. Romy kena OTT, pasti sedikit banyak akan berpengaruh kepada suara Jokowi. Swing voters lari, dan undecided voters tak lagi tertarik. Belum lagi protes pengurus dan konstituen PPP. Kenapa Jokowi tak melindunginya? Ya, memang gak akan bisa melindungi. Sekali lagi, ini OTT bos. Bukan saya mau belain Jokowi, tapi memang gak akan bisa. Kalau bukan OTT? Tanyakan pada Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. Mereka orang-orang dekat Jokowi. Tentu lebih tahu.
Jadi, jika ditanya apakah tertangkapnya Romy berpengaruh terhadap elektoral Jokowi? Ngaruh bos. Apalagi jika plt Ketum cabut dukungan dari Jokowi, makin besar pengaruhnya. Kapan? Jika kasus OTT Romy telah serius dianggap mengganggu elektabilitas Jokowi-Ma'ruf. Goodbye! **
Editor | : | |
Sumber | : | Tony Rosyid |
- Bersikap Adil Terhadap Kartini dan Muslimah Hebat Lainnya
- Yasonna Laoly Dipukul KO, Ronny Sompie Terkapar
- Pertaruhan di Laut Natuna Utara
- Perang Dunia III dan Nasib Indonesia
- Pentingkah 4 Gebrakan Mas Menteri?
- Majelis Taklim, PAUD, dan Radikalisme
- Islam Menilai HAM
- Radikalisme, Peradaban, dan Rasulullah
- Bermartabat karena Bekerja
- Mencermati Pergeseran Perilaku Politik Jelang Pilkada Serentak 2020
- "Cashless Society" 2020, Realistis atau Utopis?
- Dilema Perkembangan Skuter Listrik
- Nadiem Makarim dan Ujian Politik Milenial
- Catatan untuk Bu Menteri Soal Pengelolaan Hutan
- Wajah Kompromi Kabinet Jokowi
0 Comments