Program / Dakta Investigasi /
Follow daktacom Like Like
Senin, 04/02/2019 09:27 WIB

Perjalanan Dakwah Ustadz Ba'asyir Terus Berujung Bui (3)

Ustadz Abu Bakar Baasyir
Ustadz Abu Bakar Baasyir
DAKTA.COM - Surat Jadi Ukuran Kesetiaan Terhadap NKRI
 
Pembebasan Ustadz Ba’asyir ini muncul ketidakkonsistenan pemerintah dalam pengambilan kebijakan. Rasanya sangat janggal kalau tidak boleh dikatakan “memalukan”, karena kebijakan yang telah diumumkan oleh seorang presiden ternyata masih bisa dianulir menterinya sendiri.          
 
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil mengatakan sikap ‘mencla-mencle’ Presiden Jokowi ini menandakan ada komunikasi antara menteri dan presiden yang tersumbat sehingga menghasilkan informasi yang tidak jelas. 
 
“Saya mengikuti pemberitaan di media, di satu sisi ada keinginan untuk membebaskan Ustadz Baasyir, tetapi di sisi lain Pak Wiranto  justru mengatakan sebaliknya. Itulah yang disebut seperti mencla-mencle,” ucapnya kepada Dakta, Rabu (23/1).
 
Untuk itu ia mengingatkan, agar kejadian atau peristiwa itu mempresentasikan publik sebagai upaya mencari simpati politik dari momen pembebasan Ustadz Baasyir.
 
 
Tim Pengacara Muslim (TPM) selaku kuasa hukum terpidana kasus terorisme Ustadz Ba’asyir telah menyampaikan hingar bingar permasalahan janji pembebasan ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat melalui Wakil Ketua DPR RI Bidang Politik, Hukum dan Keamanan di Gedung Nusantara 3 DPR RI Lantai 3 pada Rabu, 23 Januari 2019 pukul 16.30 WIB.    
 
"Tentunya kami akan teruskan aspirasi ini kepada pihak terkait, karena kasus ini bukan hanya membuat gaduh di negara lain, bahkan hingga dunia internasional menyoroti masalah ini," kata Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon yang menerima TPM di Gedung DPR.
 
Koordinator TPM, Mahendradatta meminta pemerintah bisa menepati janjinya untuk membebaskan Ustadz Ba’asyir tanpa syarat. Bahkan, menurut Anggota TPM lainnya, Achmad Michdan, Ustadz Ba'asyir telah membereskan selnya untuk mempersiapkan rencana pulang ke Solo.
 
Yusril menyebut Ustadz Ba'asyir, bisa bebas walau tidak menandatangani surat pernyataan setia kepada NKRI berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
 
Namun, persyaratan mengenai penandatanganan surat kesetiaan terhadap NKRI yang ditekankan kembali oleh Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, seolah membuat ‘bola’ pembebasan Ustadz Ba’asyir seperti bukan lagi di sisi pemerintah, melainkan di pihak Ustadz Ba’asyir.
 
Menurut Direktur Lembaga Jalin Perdamaian, Yudi Zulfachri, secara prosedur hukum, pembebasan Ustadz Ba’asyir ini sebenarnya bisa tanpa syarat tanpa melanggar hukum. Sebagai mantan terpidana teroris, Yudi, secara gamblang mengungkapkan bahwa penandatanganan kesetiaan NKRI itu hanya formalitas tanpa follow up. 
 
"Menurut saya pribadi, pemerintah memang sebaiknya membebaskan ABB karena ditinjau dari segi hukum memang tidak ada prosedur yang dilanggar," tutupnya.
 
Intervensi Asing Dominasi Pembebasan Ustadz Ba’asyir
 
Ustadz Ba'asyir pertama kali menjadi terpidana terorisme pada 2004 atas dugaan keterlibatan dirinya dalam peristiwa bom Bali dan bom Hotel JW Marriott. Ia dijatuhi vonis 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 
 
Padahal, Koordinator TPM sekaligus pengacara Ustadz Ba’asyir, Muhammad Mahendradatta, menegaskan bahwa kliennya  tidak pernah terbukti di pengadilan terlibat dengan kasus bom manapun.
 
Namun, Pemerintah Australia melalui Kementerian Luar Negeri negara itu juga mendesak Indonesia agar tidak memberi keringanan apapun terhadap Ustadz Ba'asyir. 
 
Bukan tidak mungkin sikap Australia, juga akan diikuti oleh negara-negara lainnya yang memiliki kerja sama di bidang terorisme dengan Indonesia, seperti Amerika Serikat (AS). Bukan tidak mungkin Negeri Paman Sam nantinya ikut menekan Indonesia atas nama war on terrorism.
 
 
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Indriani juga memberikan pendapatnya terkait ini, karena menurutnya kebijakan itu terlihat tergesa-gesa dan berakhir dengan pembatalan pembebasan Ustadz Ba’asyir. 
 
"Hal ini semakin menunjukkan bahwa Presiden Jokowi tidak cermat dan tidak tegas. Tidak cermat karena masih akan dikaji ulang, tidak tegas karena akhirnya dibatalkan sendiri," ujar Yati saat ditemui di Gedung YLBHI, Menteng pada Rabu (23/1).
 
Jasa Ustadz Baasyir Terhadap Indonesia
 
Mungkin banyak yang belum tahu, jika Ustadz Abubakar Ba’asyir memiliki jasa yang sangat besar bagi negara Indonesia di luar aktivitas dakwahnya selama puluhan tahun yang malang melintang, lintas rezim, hinggal lintas negara.
 
Hal itu sebagaimana yang pernah dialami oleh wartawan Metro TV, Meutya Hafid dan Budiyanto. Dua tahun pasca agresi militer Amerika Serikat atas Irak meletus, kedua wartawan tersebut melakukan peliputan ke daerah konflik. Tanpa diduga, mereka disandera oleh mujahidin yang menamakan diri Jaisyul Mujahidin di Irak, sejak 15 Februari 2005. Pemerintah saat itu, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa melakukan berbagai upaya pembebasan sandera.
 
Dan, siapakah di antara tokoh yang turut serta mengupayakan pembebasan kedua WNI tersebut? Salah satunya adalah Ustadz Abubakar Ba’asyir. 
 
Namun, pedihnya, jasa Ustadz Ba’asyir itu seperti dibalas air tuba karena berakhir di penjara. Pada 2011, ia kembali menerima vonis 15 tahun penjara dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti menjadi perencana dan penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di pegunungan Jantho, Aceh pada 2010. **
 
Editor :
Sumber : Radio Dakta
- Dilihat 1107 Kali
Berita Terkait

0 Comments