Nasional /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 24/05/2018 11:52 WIB

DPR Desak Pemerintah Buat Regulasi Saran Pendidikan

Abdul Fikri selaku Wakil Ketua Komisi X DPR RI
Abdul Fikri selaku Wakil Ketua Komisi X DPR RI
JAKARTA, DAKTA.COM - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah membuat langkah terobosan dalam menanggulangi masalah sarana dan prasarana pendidikan yang rusak di seluruh Indonesia.  
 
“Problemnya cukup kompleks dan meliputi diskursus kewenangan pusat-daerah karena terkait desentralisasi pendidikan, sehingga saya lihat butuh Perpres,” ujar Fikri di DPR, Rabu (23/5).
 
Lebih lanjut Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kota Tegal, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes) itu mengungkapkan, bahwa Panja Sarana Prasarana Pendidikan Dasar & Menengah (Dikdasmen) di Komisi X DPR sudah berjalan sejak tahun lalu dan menemukan 75 % ruang kelas di seluruh Indonesia itu rusak.  
 
“Hasil rekomendasi Panja juga sudah diserahkan ke Menteri,” tutur dia.
 
Hasil Rekomendasi Panja Sarpras saat itu adalah perlunya pemerintah segera menerbitkan regulasi untuk menyelesaikan perbaikan ruang kelas di seluruh Indonesia.  
 
“Regulasi diperlukan untuk memperbaiki seluruh ruang kelas yang rusak, totalnya  mencapai 1,3 juta kelas atau 75 persen dari jumlah ruang kelas di seluruh Indonesia,” urai Fikri.
 
Regulasi tersebut juga perlu memuat teknis penggunaan dan pelaporan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik Pendidikan agar tepat waktu, prosedural, serta taat hukum.
 
“Regulasi harus mengatur mengenai kebijakan anggaran, manajemen, pelaksanaan, pengawasan dan sinkronisasi Dapodik dengan kondisi riil di lapangan,” tambahnya.
 
Menurut Fikri, sumber pendanaan untuk perbaikan ruang kelas rusak selama ini bersumber dari anggaran Kemendikbud dan dana transfer ke daerah berupa DAK Pendidikan. Ironisnya, porsi anggaran pendidikan dalam APBD, baik yang dialokasikan dari pusat maupun dari daerah sendiri, masih jauh dari ketentuan Undang-Undang sebesar 20 persen.
 
Menurut data neraca pendidikan daerah yang dikeluarkan Kemendikbud, pada 2016 hanya Provinsi DKI Jakarta yang melampaui ketentuan, yakni anggaran pendidikan sebesar 22 persen dari APBD.  “Namun, 33 provinsi sisanya masih di bawah 10 persen, bahkan hanya 1,4 persen di Papua.”
 
Data dari Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, juga tak kalah mengejutkan. Anggaran pendidikan RI di tahun 2017 itu mencapai Rp 419 triliun. Rp 261 triliunnya untuk transfer ke daerah, sedangkan Rp 155 triliunnya digunakan untuk Kementerian/Lembaga seperti Kemenristekdikti dan Kemenag.
 
“Namun faktanya, dari Rp 261 triliun tadi, 94,6 persennya (atau Rp 247 triliun) itu untuk gaji dan tunjangan. Sehingga Porsi belanja modal untuk pembangunan, renovasi dan rehabilitasi gedung sekolah hanya tinggal sisanya saja, belum dibagi untuk masing-masing jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK,” urai Fikri.
 
Maka ada yang menghitung matematis, bahwa untuk mencukupi rehabilitasi 1,3 juta ruang kelas rusak itu butuh waktu 10 tahun.  “Ini lama sekali, jangan-jangan keburu rubuh semua, baru dana terkumpul,” ujarnya.
 
Pembagian urusan administrasi antara provinsi dan kabupaten/kota juga memperumit masalah.  Sebagaimana diketahui, satuan pendidikan setingkat SMA & SMK di bawah administrasi pemerintah Provinsi, sedangkan satuan pendidikan setingkat SD & SMP di bawah Kabupaten/ Kota.  “Setiap wilayah administratif pasti berbeda-beda lagi kebijakannya,” imbuh Fikri.
 
Oleh karenanya, lanjut Fikri dibutuhkan satu payung hukum yang bersifat lintas koordinatif untuk menata ulang pengelolaan anggaran pendidikan, utamanya rehabilitasi sarana prasarana pendidikan agar merata dan berkesinambungan di seluruh Indonesia. “Masalah Sarpras pendidikan sudah menjadi masalah nasional yang berimbas pada kualitas masa depan anak bangsa, sudah seharusnya menjadi prioritas presiden Jokowi saat ini,” pungkasnya. **
Editor :
Sumber : Abdul Fikri
- Dilihat 543 Kali
Berita Terkait

0 Comments