Parlemen / DPR RI /
Follow daktacom Like Like
Rabu, 07/02/2018 15:39 WIB

Komisi VIII: Pungutan Zakat 2,5% Bagi PNS Muslim Tidak Mendasar

Khatibul Umam Wiranu 1
Khatibul Umam Wiranu 1
JAKARTA_DAKTACOM: Anggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam Wiranu menanggapi rencana pemerintah memungut zakat dengan cara memotong gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) muslim sebesar 2,5% setiap bulan itu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memiliki pijakan yuridis, filosofis dan sosiologis. 
 
Menurutnya, dari ketiga pijakan tersebut, rencana pemotongan gaji PNS untuk zakat sama sekali tidak memiliki landasan yuridis, filosofis maupun sosiologis. 
 
“Prinsip Indonesia sebagai negara hukum, norma agama tidak bisa dijadikan rujukan dalam bernegara selama belum menjadi hukum positif. Bahwa betul ada regulasi yang mengatur soal zakat seperti UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat serta berbagai aturan turunan lainnya. Namun, regulasi tersebut sama sekali tidak memberi kewenangan pemerintah untuk memotong gaji PNS untuk keperluan zakat,” ungkap Khatibul Umam dalam rilisnya, Rabu, (07/2).
 
Sebagaimana diketahui, pengaturan soal tata cara penghitungan zakat mal telah diatur melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 52 Tahun 2014. Di Pasal 26 ayat (1) dan (2) PMA No. 52 Tahun 2014 disebutkan nisab zakat pendapatan senilai 653 Kg gabah atau 524 Kg beras. Ukuran zakat pendapatan dan jasa sebesar 2,5%. Namun, dalam ketentuan tersebut tidak ada ketentuan pengaturan soal pemotongan gaji PNS untuk zakat pengasilan.
 
Menurutnya, zakat mal itu harus dihitung secara akumulatif per tahun yang disebut nisab. Di Pasal 2 huruf c PMA No. 52 Tahun 2014 juga disebut syarat zakat mal yakni cukup nisab. Nisab itu dihitung mulai seorang mendapatkan harta (dalam hal PNS itu gaji), dimana pengangkatan seseorang menjadi PNS tidak bersamaan.
 
“Dalam satu tahun seorang muslim punya penghasilan/harta berapa, adakah kewajiban membayar hutang berapa, dan kewajiban lainnya, baru bisa dihitung. Bukan dihitung per bulan, dan menurut Imam Syafii RA nisab itu hitungangnya harus sempurna satu tahun,” ungkapnya.
 
Politisi Demokrat ini pun menyarankan pemerintah tidak perlu mengatur persoalan zakat penghasilan PNS muslim apalagi dengan menerbitkan suatu peraturan perundang-undangan khusus. Lebih baik persoalan zakat profesi PNS diserahkan pada masing-masing individu yang telah memenuhi kriteria sesuai dengan syariat. 
 
“Sebaiknya, pemerintah fokus saja melakukan reformasi birokrasi melalui perubahan mental PNS agar melayani rakyat dengan sebaik-baiknya, bukan membebani mereka,” tutupnya.
Editor :
Sumber : dpr.go.id
- Dilihat 661 Kali
Berita Terkait

0 Comments