Senin, 20/11/2017 06:45 WIB
Amnesty Pajak Jilid II Perlu Terobosan Pembiayaan
JAKARTA_DAKTACOM: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/2016.
Revisi PMK ini membuka jendela ampunan bagi yang tidak ikut amnesti pajak dan bagi peserta amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya.
Mereka tidak akan dikenai sanksi asalkan mengungkapkan sendiri harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan (2015) bagi yang bukan peserta amnesti pajak, atau belum diungkapkan dalam SPh bagi peserta amnesti pajak.
Namun demikian, dalam praktiknya nanti, Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, meski jendela ampunan yang dicanangkan pemerintah ini bisa jadi jalan keluar, tetap akan ada problem konkret bagi WP yang ingin manfaatkan kesempatan itu, yakni WP tidak kuat membayar jika nilainya besar dan tak memiliki uang kontan.
Oleh karena itu, jalannya kebijakan ini juga perlu solusi, apakah ada skema installment atau cicilan.
“Sebaiknya demikian. Problem waktu amnesti pajak jangan terulang. Banyak yang mau ikut tidak kuat bayar uang tebusan atau lunasi utang. Harus kreatif dicarikan jalan keluar,” ujarnya pada (19/11).
“Skema-skema pembiayaan kan juga bisa. Apakah dimungkinkan mengagunkan aset lalu utang ke bank? Kemenkeu bisa memfasilitasi di level MoU dengan OJK,” lanjutnya.
Namun demikian, hal ini memang butuh terobosan. Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, saat ini ketentuan yang ada tidak memungkinkan hal ini untuk diberikan kepada WP.
"Tidak bisa dicicil," ujarnya.
Yustinus mengatakan, dengan adanya jendela ampunan ini, penerimaan pajak tahun ini bisa lebih optimistis mendekati target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 yang sebesar Rp 1.283,57 triliun.
“Jika berhasil 1,5 bulan ini, karena waktu mepet dan mesti prioritas, apalagi sifatnya himbauan dulu, seharusnya bisa ditargetkan 3% hingga 5%. Jadi, bisa 95% hingga 97%,” kata dia.
Namun demikian, perlu digarisbawahi bahwa Ditjen Pajak dalam hal ini harus memiliki kesiapan data akurat sehingga ada target yang terukur. Ia mengatakan, apabila data akurat cukup banyak dan bisa digunakan untuk bargaining, seharusnya akan ada peningkatan penerimaan karena skemanya tak perlu lagi audit, tetapi cukup membetulkan atau menyampaikan SPT PPh Final.
“Sejauh data akurat dan tak ada dispute, seharusnya bisa segera dilakukan pembetulan/penyampaian SPT. Maka, ini batu uji akurasi data dan kemampuan persuasi/memenangkan opini,” ucapnya.
Editor | : | |
Sumber | : | kontan.co.id |
- PT Naffar Perdana Wisata Ajak Semua Travel Umroh Untuk Kerjasama Raih Keberkahan Memuliakan Tamu Allah
- LippoLand Perkuat Posisi dengan Visi, Misi, dan Logo Baru Sambut Pertumbuhan Industri Properti
- Specta Color Zumba Bersama Liza Natalia di WaterBoom Lippo Cikarang
- BPR Syariah HIK Parahyangan Raih Penghargaan Infobank Sharia Award 2024
- RUPSLB PT Lippo Cikarang Tbk Setujui Rights Issue 3 Miliar Saham untuk Pengembangan Bisnis
- CIMB Niaga Suryacipta Dipimpin Banker Muda Inspiratif Krisfian A. Hutomo
- Kurniasih Dukung Upaya Kemenaker Agar Tidak Ada PHK di Sritex
- Anggota IKAPEKSI INDONESIA Desak Penyelesaian Konflik dan Langkah Hukum terhadap Pelanggar
- LPCK Berkomitmen Menciptakan Lingkungan Asri dan Harmonis
- LPCK Terus Berinovasi Sambut Pertumbuhan Pasar Properti
- IKAPEKSI Gelar Munaslub, Pranyoto Widodo Terpilih Sebagai Ketua DPP Periode 2024-2029
- POJK Merger BPR/S, Ini Kata Ketua Umum DPP Perbarindo Tedy Alamsyah
- Perbarindo DKI Jakarta dan Sekitarnya Gelar Rakerda. Bahas Merger BPR/S
- Peserta Tunggak Iuran, BPJS Kesehatan Cabang Bekasi Dorong Manfaatkan Program Rehab
- Bank Syariah Artha Madani Raih 2 Penghargaan Tata Kelola di GRC Awards 2024
0 Comments