Ahad, 22/10/2017 13:00 WIB
Siapa Santri Itu? Ini Penjelasan Rais ‘Aam dan Ketum PBNU
JAKARTA_DAKTACOM: Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin menjelaskan, santri tidak hanya orang yang berada di pondok pesantren dan bisa mengaji kitab atau ahli agama. Namun, santri adalah orang-orang yang ikut kiai dan setuju dengan pemikiran serta turut dalam perjuangan kaum santri.
“Santri adalah orang-orang yang ikut kiai, apakah dia belajar di pesantren atau tidak, tapi ikut kegiatan kiai, manut pada kiai, itu dianggap sebagai santri walaupun dia tidak bisa baca kitab, tapi dia mengikuti perjuangan para santri,” jelasnya di gedung PBNU, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dari sisi keberadaan, menurut Kiai Ma’ruf, santri ada yang tinggal di pondok di pesantren, ada pula yang sesekali ke pesantren atau disebut santri kalong, ada juga santri yang sekali-kali saja datang bertemu kiai dan santri.
“Pokoknya, santri itu ikut kiailah. Karena itu dia mencakup hampir semua lapisan masyarakat,” lanjut Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat itu.
Sementara Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj berpendapat, santri adalah umat yang menerima ajaran-ajaran Islam dari para kiai. Para kiai itu belajar Islam dari guru-gurunya yang terhubung sampai Rasulullah SAW.
Para santri, lanjut Kiai Said, menerima Islam dan menyebarkannya dengan pendekatan budaya yang berakhlakul karimah, bergaul dengan sesama dengan baik. Santri juga menghormati budaya, bahkan menjadikannya sebagai infrastruktur agama, kecuali budaya yang bertentangan ajaran Islam seperti seks bebas atau minum-minuman keras.
“Santri itu jelas, adalah orang-orang yang menindaklanjuti dakwah dengan budaya seperti yang dilakukan Wali Songo. Dakwah seperti itu yang jelas ampuh, efektif,” tegas kiai yang pernah nyantri di Kempek, Lirboyo, dan Krapyak itu.
Dakwah dengan cara seperti itu terbukti di dalam sejarah berhasil mengislamkan Nusantara tanpa kekerasan dan pertumpahan darah. Bahkan raja-raja Nusantara itu menjadi Islam.
“Kita saksikan sekarang, dakwah yang manfaat, dakwah yang lestari, masuk sampai dalam hati, adalah dakwah yang dilakukan secara budaya, bukan dengan teror dan menakut-nakuti. Islam diajarkan dengan menakut-nakuti tidak akan masuk ke dalam hati. Imannya hanya pengakuan bibir belaka sehingga menjadikan potensi munafik, tapi kalau berdakwah dengan budaya, iman masuk ke dalam hati, sehingga akan menjadi mukmin kholis (ikhlas),” pungkasnya.
Editor | : | |
Sumber | : | nu.or.id |
- RESMI DILANTIK, DEWAN PENGAWAS DAN PENGURUS AKSI RELAWAN MANDIRI HIMPUNAN ALUMNI IPB MASA BAKTI 2024-2029
- BAZNAS Berikan Rekomendasi Izin Pembentukan Bagi LAZ Al-Kahfi Peduli
- Jangan Sampai Dideportasi, Ini Cara Bikin Visa Wisata ke Luar Negeri
- Obsatar Sinaga Pimpin ICMI Jabar Seusai Terpilih Dalam Muswil
- Peresmian Kampung Zakat Desa Bersinar Uwemalingku (beriman, bersinergi, dan berkarya)
- Anter Bantuan Hewan Ternak Pakai Perahu Eretan, Bukti Dukungan Pemberdayaan Ekonomi Pesantren
- Program Tebar Sarung dan Mukena: Menjawab Keperluan Jiwa para Korban Semeru
- Dana Muktamar IV Wahdah Islamiyah Sebagian Dialihkan untuk Korban Bencana
- Himpunan Alumni IPB Salurkan Bantuan Kemanusiaan Terdampak Erupsi Semeru
- Bentuk Apresiasi, IFI Gelar Indonesia Fundraising Award 2021
- Meriah, Sahabat Yatim Indonesia Rayakan Milad Laznas Ke-12 Tahun
- REI DPD Jabar dan Komisariat Bekasi Beri Santunan dan Sebar Wakaf 1000 Mushaf Al Quran
- HA-E IPB Serahkan Donasi untuk Masyarakat Terdampak Bencana di NTT dan NTB
- Human Initiative Miliki 4 Program Bukber
- Terima Donasi Kembali, BAZNAS Akan Salurkan Bagi Warga Terdampak Pandemi
0 Comments