Selasa, 17/10/2017 11:15 WIB
Abdul Mu’ti: Menjadi Santri Itu Tidak Perlu Dikotomi
GARUT_DAKTACOM: Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan bahwa saat ini Pondok Pesantren di Indonesia telah memiliki banyak perubahan. Namun perubahan yang terjadi tidak lah meninggalkan lima hakekat kelebihan pesantren.
Santri, lanjut Mu’timerupakan kategori religuitas dari sebuah komunitas yang memiliki khas dengan kepesantrenan. Yang mana akhir-akhir ini kemudian santri telah menjadi kelompok komunal yang dianggap sebagai bagian dari kelompok tertentu.
“Ada pergeseran seperti itu. Ini mengalami reduksi, sehingga seharusnya santri itu tidak perlu dikotomi,” ungkap Mu’ti dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah (LP3M) pada Selasa (17/10) yang bertempat di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah.
Mu’ti mengatakan saat ini dikotomi antara tradisionalis dan modernitas sudah hampir punah. Hal ini terjadi sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan.
“Melalui pendidikan maka potensi untuk menghaluskan sekat antara konotasi pesantren yang buruk dapat terjawab,” ungkap Mu’ti.
Selain itu, Mu’ti juga mengatakan bahwa seorang santri harus punya keunggulan dalam kesalehan dalam beragama.
“Santri sholat terus itu biasa, tapi harus punya kelebihan yang lain. Santri harus menguasai Al-Quran. Santri juga harus mempunyai kekuatan dari sisi kepribadian, ciri-ciri tersebut harus melekat pada santri,” tegas Mu’ti.
Pesantren berkemajuan harus mampu menjawab banyak stereotip pada santri. Maka dengan itu Pesantren Muhammadiyah harus punya keunggulan, jika tidak maka keunggulan Muhammadiyah dalam pesantren tidak akan dipilih.
“Pesantren menjadi instansi unggulan yang harus punya kelebihan dibanding sekolah biasa. Pesantren Muhammadiyah harus tetap terintegrasi dengan sekolah-sekolah maju sehingga bisa melahirkan generasi agamis yang juga punya intelektual,” terang Mu’ti.
Pesantren Muhammadiyah juga harus mampu membentuk santri yang paham persoalan agama namun tetap bisa mengkaji ilmu-ilmu modern, menjadi ulama yang intelek dan intelek yang ulama.
“Pesantren juga harus menjadikan santri yang punya keterampilan, sehingga bisa mendorong santri terjun ke dunia kerja. Skill harus ada dan harus mendapat pengakuan. Sehingga lulusan pesantren punya kesempatan lebih besar untuk tampil memimpin, baik memimpin agama maupun memimpin Negara,” tutup Mu’ti.
Editor | : | |
Sumber | : | muhammadiyah.or.id |
- RESMI DILANTIK, DEWAN PENGAWAS DAN PENGURUS AKSI RELAWAN MANDIRI HIMPUNAN ALUMNI IPB MASA BAKTI 2024-2029
- BAZNAS Berikan Rekomendasi Izin Pembentukan Bagi LAZ Al-Kahfi Peduli
- Jangan Sampai Dideportasi, Ini Cara Bikin Visa Wisata ke Luar Negeri
- Obsatar Sinaga Pimpin ICMI Jabar Seusai Terpilih Dalam Muswil
- Peresmian Kampung Zakat Desa Bersinar Uwemalingku (beriman, bersinergi, dan berkarya)
- Anter Bantuan Hewan Ternak Pakai Perahu Eretan, Bukti Dukungan Pemberdayaan Ekonomi Pesantren
- Program Tebar Sarung dan Mukena: Menjawab Keperluan Jiwa para Korban Semeru
- Dana Muktamar IV Wahdah Islamiyah Sebagian Dialihkan untuk Korban Bencana
- Himpunan Alumni IPB Salurkan Bantuan Kemanusiaan Terdampak Erupsi Semeru
- Bentuk Apresiasi, IFI Gelar Indonesia Fundraising Award 2021
- Meriah, Sahabat Yatim Indonesia Rayakan Milad Laznas Ke-12 Tahun
- REI DPD Jabar dan Komisariat Bekasi Beri Santunan dan Sebar Wakaf 1000 Mushaf Al Quran
- HA-E IPB Serahkan Donasi untuk Masyarakat Terdampak Bencana di NTT dan NTB
- Human Initiative Miliki 4 Program Bukber
- Terima Donasi Kembali, BAZNAS Akan Salurkan Bagi Warga Terdampak Pandemi
0 Comments