Kamis, 24/08/2017 08:30 WIB
Pilkada Serentak Terancam Persoalan E-KTP
JAKARTA_DAKTACOM: Pilkada serentak yang dihelat pada 2018 terancam oleh persoalan E-KTP yang belum tuntas. Pasalnya, kapasitas software untuk merekam data pemilih sangat terbatas, hanya mampu merekam 170 juta data pemilih. KPU dan Bawaslu harus mengantisipasi soal ini.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy mengungkapkan persoalan tersebut dalam rapat dengar pendapat dengan Bawaslu dan KPU, Rabu (23/8/2017).
Sepeninggal Johannes Marliem saksi kunci kasus E-KTP di KPK, software alat rekam kependudukan belum jelas penyelesaiannya. Padahal, ini penting untuk menyukseskan Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019.
“Kita sampaikan, ada persoalan lain yang me-warning Kemendagri berkenaan dengan akan berhentinya perekaman data penduduk, yaitu persoalan internal E-KTP. Ada Johannes Marliem yang meninggal. Kemudian ada tagihan kepada Indonesia yang tidak bisa dibayar. Ada juga persoalan teknis bahwa perekaman itu ada batasnya. Kita khawatir begitu software yang dibuat ini tidak bisa merekam lagi, apa antisipasinya. Ini menyangkut jutaan pemilih yang tidak bisa direkam,” katanya kepada pers usai rapat.
Ditambahkan Lukman, bila software tidak bisa berfungsi lagi, maka anak-anak yang akan berusia 17 tahun di bulan Agustus ini, dipastikan tidak bisa direkam. Padahal, mereka yang sudah berusia 17 tahun akan masuk daftar pemilih untuk Pilkada serentak 2018.
Apalagi, UU Pilkada Pasal 200A mengamanatkan pada akhir 2018, basis data pemilih harus sudah menggunakan E-KTP. Tidak berlaku lagi surat keterangan untuk memilih.
“Soal E-KTP dalam UU Pilkada Pasal 200A jelas mengatakan, akhir Desember 2018, 100 persen harus sudah menggunakan data kependudukan berdasarkan E-KTP. Tidak menerima bentuk surat keterangan kependudukan yang lain. Karena ini Pilkada terakhir, maka peraturan KPU dan peraturan Bawaslunya harus mendorong pada progres penerapan 100 persen E-KTP itu,” harap politisi PKB tersebut.
Pada bagian lain, Lukman juga mempersoalkan transisi kelembagaan Bawaslu di semua tingkatan. Dalam UU Pemilu ada perubahan eksistensi kelembagaan Bawaslu pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga desa. Rekrutmen keanggotaan Bawaslu juga belum jelas. Ini jadi isu penting yang dikritisi para anggota Komisi II.
Kelembagaan dan kewenangan Bawaslu sudah berubah. Bawaslu perlu menyusun road map berkenaan dengan masa transisi ini menuju mekanisme kelembagaan yang baru. Sebelum Pilkada 2018, persoalan ini harus sudah jelas tergambar, karena Pilkada serentak tinggal beberapa bulan lagi.
Editor | : | |
Sumber | : | dpr.go.id |
- Peringati HUT Golkar ke 59 DPD Golkar Kota Bekasi Ajak Para Kader dan Simpatisan Bershalawat
- PKS Kota Bekasi Sesalkan Sikap Pemkot Batalkan Penggunaan Stadion Patriot
- Resmi Gabung PPP, Sandiaga Ngaku Ikhlas Jika tak Diusung Jadi Bakal Cawapres
- Buntut Gibran-Prabowo, PDIP Atur Kader Kepala Daerah Terima Tamu
- Dukung Prabowo, Jokowi Pressure Megawati?
- Maksimal Perjuangkan Aspirasi, Anggota Dewan Ushtuchri Tuai Pujian Konstituen
- Jokowi: Menteri Nasdem Bisa Direshuffle
- Jokowi Tidak Akan Dukung Prabowo
- Warga Jabar Puas Pada Kinerja Ridwan Kamil
- Dewan Mahfudz Abdurrahman Berbagi 10 Ribu Bingkisan Lebaran
- Jika Pemilu Ditunda, Aktivis 98 Siapkan Pemerintahan Transisi
- Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi Berpeluang di Pilgub Jabar
- Golkar Solid Usung Airlangga sebagai Capres 2024
- Ridwan Kamil Kalahkan Sandi Uno dan AHY Sebagai Capres Alternatif Versi Litbang Kompas
- Gerindra Dalam Turbulensi
0 Comments